Minggu, 14 September 2014

MAKALAH HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Description: Logo_politeknik_negeri_sriwijaya.jpgUPAYA UNTUK MELINDUNGI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL MELALUI HAK CIPTA DAN HAK PATEN PADA BATIK INDONESIA









Disusun oleh:
                                      Destria Pernanda                    0611 3060 1175
                                      Dhiyaurrahman                      0611 3060 1176
                                      Esa Amalia Fitri                      0611 3060 1178


Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
TAHUN AKADEMIK 2012-2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT  yang mana atas berkah dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Upaya untuk Melindungi Hak Kekayaan Intelektual Melalui Hak Cipta dan Hak Paten  pada Batik Indonesia”. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Perbankan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada orang-orang yang ikut berpartisipasi dan juga pihak-pihak yang sumber nya digunakan sebagai referensi dalam penyelesaian tugas makalah ini. Semoga makalah ini bisa berguna bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya dan penulis minta maaf apabila terdapat kata-kata yang menyinggung perasaan pembaca sekalian dan penulis menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Penulis menerima kritik dan saran guna menyempurnakan pembuatan makalah ini.








Penulis,


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi sekarang ini makin maraknya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu guna mencari keuntungan untuk dirinya pribadi maupun untuk lembaga/perusahaannya, baik di bidang hak kekayaan pribadi maupun hak kekayaan lembaga/perusahaannya yang termasuk di dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI).  Bahkan pelanggaran-pelanggaran tersebut telah menjadi bisnis utama dalam mencari nafkah sebagian masyarakat di negara-negara berkembang.
Secara substantif, pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. HKI dikategorikan sebagai hak atas kekayaan mengingat HKI pada akhirnya menghasilkan karya-karya intelektual berupa; pengetahuan, seni, sastra, teknologi, di mana dalam mewujudkannya membutuhkan pengorbanan tenaga, waktu biaya, dan pikiran. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya intelektual tersebut ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual tadi. (Bambang Kesowo, 1998:160-161)
HKI merupakan satu sistem yang memberikan perlindungan hukum atas karya-karya intelektual seseorang maupun lembaga atau perusahaannya di bidang industri, ilmu pengetahuan dan seni(hak cipta), hak kepemilikan industri(desain industri, paten, merek, dan lain-lain).
Selain itu juga, pelanggaran-pelanggaran tersebut menandakan bahwa masih kurangnya kesadaran pada masing-masing individu untuk menghargai hasil karya seseorang ataupun perusahaan terhadap barang atau produk ciptaannya terutama pada hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten. Pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat berupa pembajakan, pemalsuan, penjiplakan, pengklaiman, dan lain sebagainya. Salah satu contoh dari pelanggaran tersebut tampak pada pengklaiman yang dilakukan oleh negara lain, seperti pada karya suara (lagu, musik), karya pertunjukkan (pewayangan, tari, lenong, dll), karya seni dalam berbagai bentuk (lukis, gambar, kaligrafi, terapan, batik, dll), serta pada karya-karya lainnya.
Namun demikian, pada awalnya pemerintah telah membuat Undang-Undang mengenai hak cipta dan hak paten tersebut guna melindungi kedua jenis Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) itu, salah satu contohnya pada produk karya seni dalam bentuk Batik. Undang-Undang tersebut diharapkan dapat lebih ditekankan pada penerapan perlindungannya oleh negara khususnya oleh pihak pemerintah. Tetapi pada kenyataannya perlindungan Undang-Undang tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya karena masih kurang dalam penerapannya dan Undang-Undang tersebut masih kurang dipahami secara baik dan benar oleh sebagian masyarakat sehingga produk karya seni dalam bentuk batik tersebut dengan mudahnya diklaim oleh negara lain.
Selain itu juga dengan adanya Undang-Undang tersebut para produsen/pencipta batik ini merasa terlindungi karena produk/barang ciptaannya telah dihargai dan diakui oleh masyarakat luas maupun oleh negara. Tetapi pada kondisi nyatanya banyak dari mereka yang merasa dirugikan karena hasil karyanya tersebut kurang dilindungi oleh negara khususnya pemerintah. Hal ini juga memberikan dampak yang signifikan bagi penciptanya, baik dari segi penghargaan, pengakuan, pemunculan ide, maupun dari segi materil.
Dampak yang signifikan itu juga timbul karena beberapa kendala yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangannya, salah satu contohnya adalah kendala yang datang dari para pencipta batik itu sendiri yang tidak dengan segera mendaftarkan/mempatenkan barang/produk ciptaannya. Hal ini ditandai dengan lamanya proses pendaftaran itu sendiri yang membutuhkan waktu yang panjang, memakan biaya yang cukup besar, serta dengan anggapan mereka bahwa telah adanya pengklaiman yang dilakukan oleh negara lain terhadap barang/produk batik yang mereka produksikan.
Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Hak Cipta yang menjelaskan pengertian hak cipta diperkuat lagi dengan Ketentuan Pasal 2 ayat (1)  yang menyatakan:
“Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak citptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Berdasarkan pada dua ketentuan di atas, maka hak cipta tersebut dapat di artikan sebagai suatu hak kekuasaan sendiri untuk memperbanyak atau mengumumkan hasil karyanya yang di buat oleh pencipta produk atau pemegang produk dan tetap memperhatikan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan pengertian paten menurut UU No. 14 Tahun 2001 yang menyatakan:
“Hak eksklusif yang diberikan negara kepada penemu (inventor) di bidang teknologi (proses, hasil produksi, penyempurnaan, dan pengembangan proses atau hasil produksi) selama waktu tertentu, melaksanakan sendiri invensinya atau memberika persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya, dalam hal ini pemegan paten adalah penemu sebagai pemilik paten.”

Berdasarkan analisis tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas makalah ini dengan judul “Upaya untuk Melindungi Hak Kekayaan Intelektual Melalui Hak Cipta dan Hak Paten pada Batik Indonesia”




1.2 Rumusan Masalah
            Pada era globalisasi sekarang ini dengan teknologi yang canggih banyak yang dengan mudah membajak karya orang lain, baik untuk konsumsi pribadi maupun untuk komersil. Maka melalui makalah ini kami membahas tentang,
“Bagaimana upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten terhadap batik indonesia?
            Ruang lingkup dari rumusan masalah di atas yaitu,
“Kurangnya upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta terhadap batik indonesia”
 “Kurangnya upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak paten terhadap batik indonesia?”
1.3 Ruang Lingkup
      1.   Upaya untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual melalui Hak Cipta.
      2.   Upaya untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual melalui Hak Paten.
1.4 Tujuan
            Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui upaya melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten terhadap batik indonesia. Secara rinci makalah ini bertujuan untuk :        
a.       Untuk mengetahui sejauh manakah penerapan upaya untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten terhadap batik indonesia
b.      Untuk mengetahui sejauh mana upaya untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual melalui hak cipta terhadap  batik indonesia
c.       Untuk mengetahui sejauh mana upaya untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual melalui hak paten terhadap batik indonesia
1.5 Manfaat
1. Agar perusahaan dapat menerapkan Hak Cipta dan Hak Paten atas Kekayaan Intelektual terhadap Batik Indonesia.
2.   Agar Perusahaan dapat melindungi Hak Cipta atas Kekayaan Intelektual terhadap Batik Indonesia.
3.   Agar perusahaan dapt melindungi Hak Cipta atas Kekayaan Intelektual terhadap Batik Indonesia.
1.6 Metode
            Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah Studi pustaka. Metode studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dari berbagai sumber. Data-data tersebut dapat membantu dalam penyelesaian makalah ini. Adapun sumber-sumbernya berasal dari buku, internet, dan lainnya.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I       Pendahuluan
Latar Belakang, Rumusan Masalah, Ruang Lingkup, Tujuan, Manfaat, metodologi, Sistematika penulisan.

BAB II      Tinjauan Pustaka/Landasan Teori
Hak atas Kekayaan Intelektual terdiri atas definisi HKI, sejarah HKI di Indonesia, ruang lingkup HKI, prinsip-prinsip HKI, klasifikasi HKI.
Hak Cipta terdiri dari definisi hak cipta, prinsip dasar hak cipta dan ruang lingkupnya, fungsi dan sifat hak cipta, hak ekonomis, hak moral, dan hak terkait pada hak cipta (hak & kewenangan menggugat), pendaftaran ciptaan, lisensi masa, pembatasan & pengalihan hak cipta, berlaku hak cipta, dan pelanggaran & sanksi terhadap hak cipta.
Hak Paten terdiri dari difinisi hak paten Indonesia, sejarah hak paten, ruang lingkup hak paten permohonan paten & sistem pendaftaran, jangka waktu paten, pengalihan paten, lisensi paten, paten sederhana, pembatalan paten, penyelesaian sengketa.
Undang-undang yang bersangkutan dari Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari undang-undang hak cipta, undang-undang hak paten, dan undang-undang hak kekayaan intelektual.
BAB III    Pembahasan
Upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten terhadap batik Indonesia, kurangya upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta terhadap batik Indonesia, kurangnya upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak paten terhadap batik Indonesia.

BAB IV    Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA/ LANDASAN TEORI
2.1 Hak atas Kekayaan Intelektual
2.1.1  Definisi  Hak atas Kekayaan Intelektual
Menurut  W. Rudolf S (2012:3) mengatakan bahwa  HAKI atau HKI merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis.
Menurut Dhika augustyas (2012:1) mengatakan bahwa Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya.
Adapun Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata "intelektual" tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
Menurut Choir (2010:1) HAKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis.


Sedangkan menurut Saidin (1995) Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang sebagai hasil kreatifnya yang di ekspresikan ke khalayak umum dalam bentuk apapun dan bernilai ekonomis.
2.1.2  Sejarah Perkembangan HAKI di Indonesia       
Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. caxton, Galileo dan Guttenberg terctat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut, dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.
Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian di adopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama the United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian di kenal dengan nama World Intellectual Property Organization (WIPO). WIPO kemudian menjadi bahan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001 WIPO telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia.
2.1.3  Ruang Lingkup HAKI
Ruang lingkup HAKI.:
  • Hak Cipta
    • Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Hak Paten
    • Hak paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
2.1.4  Prinsip-Prinsip Hak Atas Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sebagai berikut :
  1. Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik hak cipta.
  • Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari  kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.
  •  Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
  • Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.
2.1.5  Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua kategori, yaitu :
1.         Hak Cipta
2.         Hak Kekayaan Industri, yang meliputi :
o   Hak Paten
o   Hak Merek
o   Hak Desain Industri
o   Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
o   Hak Rahasia Dagang
o   Hak Indikasi
Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas Hak Cipta, dan Hak Paten.
2.2  Hak Cipta
2.2.1 Definisi Hak Cipta
Hak Cipta, (dalam bahasa Inggris copyrights, dan dalam bahasa Belanda auteursrecht) merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, tetapi berbeda dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain untuk melakukannya.
Menurut pengertian Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2002, yang dimaksud dengan hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra (http://ipr.itb.ac.id/?page_id=179).
Menurut Hanafi (2000:189) secara hakiki hak cipta termasuk hak milik immaterial karena menyangkut ide, gagasan pemikiran, maupun imajinasi dari seseorang yang dituangkan dalam bentuk karya cipta, seperti buku ilmiah, karangan sastra, maupun karya seni.
Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hak cipta merupakan hak untuk menyalin suatu ciptaan. Hak cipta juga dapat memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaannya. Dan pada dasarnya, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

2.2.2 Prinsip Dasar Hak Cipta dan Ruang Lingkupnya
Dalam kerangka ciptaan yang mendapatkan hak cipta setidaknya harus memperhatikan beberapa prinsip-prinsip dasar hak cipta, menurut Edy Damian (2002:99-106) adalah sebagai berikut:
1. Yang dilindungi hak cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli.
Salah satu prinsip yang paling fundamental dari perlindungan hak cipta adalah konsep bahwa hak cipta hanya berkenaan dengan bentuk perwujudan dari suatu ciptaan misalnya buku, sehingga tidak berkenaan atau tidak berurusan dengan substansinya. Dari prinsip dasar ini telah melahirkan dua subprinsip, yaitu:
a.       Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat menikmati hak-hak yang diberikan undang-undang keaslian, sangat erat hubungannya dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan.
b.      Suatu ciptaan, mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan diwujudkan dalam bentuk tertulis atau bentuk material yang lain. Ini berarti bahwa suatu idea tau suatu pikiran atau suatu gagasan atau cita-cita belum merupakan suatu ciptaan.
2. Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis)
Suatu hak cipta eksis pada saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam suatu bentuk yang berwujud yang dapat berupa buku. Dengan adanya wujud dari suatu ide, suatu ciptaan lahir. Ciptaan yang dilahirkan dapat diumumkan (to make public/openbaarmaken). Suatu ciptaan yang tidak diumumkan, hak ciptanya tetap ada pada pencipta.
3. Suatu ciptaan tidak perlu diumumkan untuk memperoleh hak cipta
Suatu ciptaan yang diumumkan maupun yang tidak diumumkan (published/
    unpublished work) kedua-duanya dapat memperoleh hak cipta.
4. Hak cipta suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum (legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan.
5. Hak cipta bukan hak mutlak (absolut)
Mengacu pada UU Hak Cipta, maka ciptaan yang mendapat perlindungan hukum ada dalam lingkup seni, sastra, dan ilmu pengetahuan. Dari tiga lingkup ini undang-undang merinci lagi di antaranya seperti yang ada pada ketentuan Pasal 12 UU Hak Cipta. Menurut ketentuan Pasal 12 UU Hak Cipta, ciptaan yang dilindungi itu terdiri dari:
1.    Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
2.    Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
3.    Alat peraga yang digunakan untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4.    Lagu atau music dengan atau tanpa teks.
5.    Drama atau drama musical, tari, koreografi atau pewayangan, dan pantomime.
6.    Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.
7.    Arsitektur.
8.    Peta.
9.    Seni Batik.
10.               Fotografi.
11.               Sinematografi.
12.               Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
 Di samping ciptaan-ciptaan tersebut, di bawah ini ada beberapa ciptaan yang dilindungi juga oleh UU Hak Cipta. Sebagaimana dituangkan dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan (2) yang menyatakan:
1)   Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.
2)   Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadikan milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

Beberapa ciptaan yang tidak mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan UU Hak Cipta, yakni:
1.    Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara.
2.    Peraturan perundang-undangan.
3.    Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah.
4.    Putusan pengadilan atau penetapan hakim.
5.    Keputusan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
2.2.3 Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Menurut Kansil (1990) Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak, oleh karena itu hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:
a.    Pewarisan;
b.    Hibah;
c.    Wasiat;
d.   Dijadikan milik negara;
e.    Perjanjian, yang harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut di dalam akta itu.
Hak cipta dianggap benda yang bergerak dan immaterial. Hak cipta tidak dapat dialihkan secara lisan, harus dengan akta otentik atau akta di bawah tangan (Pasal 3).
Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, demikian pula hak cipta yang tidak diumumkan yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat, tidak dapat disita.
Berhubung sifat ciptaan adalah pribadi dan manunggal dengan diri pencipta, maka hak pribadi itu tidak dapat disita daripadanya (Pasal 4).
2.2.4 Hak Ekonomis, Hak Moral, dan Hak Terkait
Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights) serta hak terkait yang juga merupakan hak eksklusif di Indonesia.
Hak Ekonomis
Menurut Saliman (2005:197), hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait.
Secara umum, hak ekonomis merupakan hak eksklusif dari pengarang untuk memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomi. Hak ekonomis ini meliputi hak memperbanyak, hak distribusi, hak pertunjukan, dan hak peragaan.
Hak Moral
Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. (Saliman,2005;197)
Hak cipta juga melindungi hak moral,yaitu hak untuk menuntut kepemilikan suatu karya, dan hak untuk tidak menyetujui perubahan yang dapat membahayakan reputasi penciptanya. (http://ipr.itb.ac.id/?page_id=179).
Menurut Pasal 24 UU No. 19 Tahun 2002, penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada orang atau badan lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat seseorang yang tanpa persetujuaannya (lihat Pasal 55-66 UU No. 19 Tahun 2002):
a.       Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan tersebut;
b.      Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;
c.       Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau
d.      Mengubah isi ciptaan yang bersangkutan.
Hak Terkait
Secara umum, hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi produser rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya. (http://hakintelektual.com/hak-cipta/pengertian-hak-cipta/).
Menurut ketentuan Pasal 49-50 UU No. 19 Tahun 2002:
a.         Pelaku memiliki hak untuk memberi izin atau melarang orang lain tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan menyiarkan rekaman suara dan/atas gambar pertunjukannya, untuk jangka waktu 50 (lima puluh) tahun;
b.        Produser rekaman suara memiliki hak khusus untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak rekaman suara, untuk jangka waktu 50 (lima puluh) tahun;
c.         Lembaga penyiaran juga memiliki hak khusus, untuk jangka waktu 20 (dua puluh) .

2.2.5 Pendaftaran Ciptaan
Menurut Sanusi Bintang dan Dahlan (2000:88), tata cara perolehan hak cipta pada prinsipnya dapat diperoleh ketika ciptaan tersebut diwujudkan. Hal ini berbeda dengan karya intelektual lain yang mempersyaratkan dalam perolehan haknya melalui proses pendaftaran. Akan tetapi, dalam pengertian ini ciptaan tidak dapat didaftarkan. Pada dasarnya ciptaan dapat didaftarkan. Namun, fungsi pendaftaran hanyalah sebagai alat pembuktian bahwa pencipta berhak atas hak cipta. Di samping itu, pendaftaran ini akan memberikan manfaat bagi si pendaftar. Manfaatnya pendaftar siap dianggap sebagai pencipta, sampai ada pihak lain yang dapat membuktikan perlindungan hukum sampai adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa pihak lain (bukan pendaftar) yang menjadi pencipta.
Menurut Undang-Undang Hak Cipta (UUHC-1982 Pasal 32) adalah permohonan pendaftaran ciptaan yang dilakukan atas nama lebih dari seorang dan atau satu badan hukum, diperkenankan jika orang atau badan itu bersama-sama berhak atau menyatakan persetujuan secara tertulis bahwa mereka akan bersama-sama berhak atas ciptaan tersebut dan kepada Departemen Kehakiman yang melakukan pendaftaran diserahkan suatu turunan resmi dari akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hal tersebut.
Dalam daftar umum ciptaan dimuat antara lain:
a.     Tanggal penerimaan surat permohonan;
b.    Tanggal lengkapnya persyaratan menurut ketentuan pasal 31;
c.     Nomor pendaftaran ciptaan (UUHC-1982 Pasal 33).
2.2.6 Lisensi Masa
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu (http://hakintelektual.com/hak-cipta/pengertian-hak-cipta/).
Menurut ketentuan Pasal 45-48 UU No. 19 Tahun 2002:
a.       Pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi dengan perjanjian lisensi untuk melaksanakan ciptaannya, kecuali diperjanjikan lain, maka pelaksana wajib untuk membayar royalti kepada pemegang hak cipta;
b.      Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang langsung maupun tidak langsung merugikan perekonomian negara;
c.       Perjanjian lisensi wajib dicatat di Dirjen HaKI, agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.
2.2.7 Pembatasan Hak Cipta
UU Hak cipta memberikan beberapa pembatasan terhadap pemanfaatan hak cipta. Beberapa pembatasan atas pemanfaatan hak cipta tetapi tidak dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta di antaranya:
1.        Pengumuman dan/atau perbanyakan lembaga negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
2.        Pengumuman dan/atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama pemerintah, kecuali apabila hak cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak;
3.        Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap;
4.        Pengambilan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;
5.        Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar pengadilan;
6.        Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan serta pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;
7.        Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braile guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;
8.        Perbanyakan suatu ciptaan selain program computer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
9.        Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan;
10.    Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program computer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Khusus untuk pengecualian dari angka 4 sampai 10 masih dipersyaratkan oleh UU Hak Cipta dalam pemanfaatannya harus menyebutkan atau mencantumkan sumbernya.
2.2.8 Berlaku Hak Cipta
Masa perlindungan hukum yang diatur dalam UU Hak Cipta sifatnya sangat variatif. Dalam pengaturan UU Hak Cipta masa perlindungan tersebut dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu:
 Pertama, untuk ciptaan berupa buku, pamflet, dan semua karya tulis lain, drama atau drama musikal, tari dan koreografi, segala bentuk seni rupa seperti, seni lukis, seni pahat, dan seni patung, seni batik, lagu atau music dengan atau tanpa teks, arsitektur, ceramah, kuliah pidato dan ciptaan sejenis lainnya, alat peraga, peta, terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai dilindungi selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia;
Kedua, untuk ciptaan berupa program komputer, sinematografi, fotografi, database, dan karya hasil pengalihwujudan dilindungi selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan;
Ketiga, untuk ciptaan yang ada dalam Pasal 10 ayat (2) UU Hak Cipta dilindungi tanpa batas waktu dan Pasal 11 ayat (1) dan (3) UU Hak Cipta dilindungi sejak ciptaan tersebut pertama kali diumumkan.
2.2.9 Pelanggaran Hak Cipta
Menurut Pasal 15 UU No. 19 Tahun 2002, tidak dianggap pelanggaran hak cipta apabila suatu karya menulis sumber-sumbernya:
a.         Untuk keperluan pendidikan, penelitian, dan lain-lain yang tidak merugikan pencipta;
b.        Pengambilan untuk kepentingan di pengadilan;
c.         Pengambilan, baik sebagian maupun seluruhnya, untuk kepentingan ceramah ilmiah dan pendidikan asal tidak merugikan penciptanya;
d.        Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Biasanya, peniruan karya tulis dapat berbentuk peniruan kata demi kata, peniruan tanpa pengambilan kata-kata (persamaan substansi kedua karya tulis, akses, penggugat harus menunjukkan karya tergugat sama dengan karyanya).
Di sini tergugat dapat melakukan pembelaan:
a.         Kekurangan daya hak cipta dari karya penggugat;
b.        Kekurangan originalitas dari ekspresi;
c.         Kekurangan kesamaan substansial;
d.        Fair use (pemakaian yang layak).
1. Masalah pembuktian
Dalam kasus pelanggaran hak cipta, bukti langsung dari plagiarisme adalah jarang sekali ditemukan, biasanya pembuktian pelanggaran hak cipta dilakukan melalui pembuktian akses maupun kesamaan substansial, yaitu suatu metode pembuktian dari pemeriksaan kata demi kata, karena biasanya pelanggaran terjadi dalam 2 (dua) tahap proses: membuktikan terjadinya peniruan dan apakah hal tersebut terjadi di dalam hal-hal yang tidak diizinkan  (Saliman,2005;200).
2. Doktrin Pemakaian yang layak
Menurut (Saliman,2005;200), di Amerika Serikat ada istilah untuk pemakaian yang layak yang tidak dikategorikan pelanggaran hak cipta., the doctrine of fair use, dalam UU Hak Cipta Tahun 1976 digunakan beberapa variable agar tidak dikualifikasi sebagai peniruan:
a.         Maksud dan sifat pemakaian, termasuk sifat dan maksud komersialnya;
b.        Sifat dari karya hak cipta;
c.         Porsi yang ditiru;
d.        Pengaruh ekonomis dari yang ditiru;
e.         Maksud dan alasan-alasan dari terdakwa.


3. Sifat Pekerjaan
Menurut Abdul R. Saliman, Hermansyah, dan Ahmad Jalis (2005;201), sifat pekerjaan ini dibedakan menjadi 3, yaitu:
a.         Tergantung dari kaitannya dengan faktor efek ekonomis dari pemakaian hak cipta tersebut;
b.        Potensi pengaruh ekonomi bersama faktor-faktor lainnya menentukan doctrine of fair use;
c.         Jumlah proporsional dan substansi pemakaian, sifat peniruan kualitatif, atau kuantitatif.
3.1  Hak Paten
3.1.1  Definisi Hak Paten
Pengertian hak paten bisa dilihat didalam Undang-Undang, lebih tepatnya Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Undang-Undang telah menyebutkan bahwa pengertian hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu. Seorang inventor dapat melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Yang kedua, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang ketiga, penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil dan penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.
Istilah-istilah dalam Paten:
a.       Invensi
Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
b.      Inventor dan Pemegang Paten
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara besama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Pemegang Paten adalah iventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam daftar umum paten.
c.       Hak yang dimiliki oleh pemegang Paten
Pemegang hak paten memiliki hak eklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :
a.       Dalam hal Paten Produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewa, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk di jual atau disewakan atau diserahkan produk yang di beri paten.
b.       Dalam hal Paten Proses : Menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.
- Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.
- Pemegang Paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas.
- Pemegang Paten berhak menuntut orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 di atas.
3.1.2  Sejarah Hukum Paten Indonesia
Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912.
Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914.
Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.
Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
1.      Aspek Substantif Hukum Paten Indonesia
2.      Problematika Hukum Paten Indonesia
3.1.3  Ruang Lingkup Hak Paten
Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. Di samping paten, dikenal pula paten sederhana (utility models) yang hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat perlindungan yang lebih sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Paten (UUP).
UUP hanya menentukan dua jenis Paten, yakni Paten Biasa dan Paten Sederhana. Paten Biasa adalah Paten yang melalui penelitian atau pengembangan yang mendalam dengan lebih dari satu klaim. Paten Sederhana adalah Paten yang tidak memerlukan penelitian atau pengembangan yang mendalam dan hanya memuat satu klaim. Namun UUP secara tersirat mengenalkan jenis-jenis Paten yang lain, yaitu Paten Proses dan Paten Produk. Paten Proses adalah Paten yang diberikan terhadap proses, sedangkan Paten Produk adalah Paten yang diberikan terhadap produk.

Namun menurut literatur, masih ada jenis-jenis Paten yang lain saat ini:
1.    Paten yang Berdiri Sendiri (Independent Patent)
Paten yang berdiri sendiri serta tidak tergantung dengan Paten lainnya.
2.    Paten yang Terkait dengan Paten lainnya (Dependent Patent)
Keterkaitan antar Paten bisa terjadi jika ada hubungan antara lisensi biasa maupun lisensi wajib dengan Paten lainnya dan kedua Paten itu dalam bidang yang berkaitan. Bila kedua Paten itu dalam bidang yang sama, penyelesaiannya diusahakan dengan saling memberikan lisensi atau lisensi timbal balik (cross license)
3.    Paten Tambahan (Patent of Addition) atau Paten Perbaikan (Patent of Improvement)                                                                                                           Paten ini merupakan perbaikan, penambahan, atau tambahan dari temua yang asli. Bila dilihat dari segi Paten pokoknya, kedua jenis Paten ini hanya merupakan pelengkap sehingga disebut pula Paten Pelengkap (Patent of Accessory). Di Indonesia tidak dikenal Paten Pelengkap.                                                  
4.    Paten Impor (Patent of Importation), Paten Konfirmasi atau Paten Revalidasi (Paten of Revalidation)                                                                                  Paten ini bersifat khusus karena telah dikenal di luar negeri dan negara yang memberikan Paten lagi hanya mengkonfirmasi, memperkuatnya, atau mengesahkannya lagi supaya berlaku di wilayah negara yang memberikan Paten lagi (revalidasi).
5.     
3.1.4  Jangka Waktu Paten
Dalam Pasal 9 ditegaskan bahwa:
a. Paten diberikan untuk jangaka waktu selama empat belas tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten (filing date). Tanggal tersebut dinyatakan dalam Surat Paten(Letter of Patent) yang diberikan oleh Kantor Paten. Jangka waktu paten selama 14 (empat belas) tahun tersebut dapat pula di katakan sebagai jangka waktu perlindungan hukum atas paten yang bersangkutan.
b. tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
            Daftar mum paten berupa buku yag khusus berisikan catatan tentang Surat paten, yang dibuat dalam bentuk dan susunan yag sederhana, jelas dan rapi. Berita Resmi Paten dapat pula disebut Jurnal Paten, yang dikelola dan diterbitkan secara berkala oleh Kantor paten, serta ditempatkan/ditempelkan di papan pengumuman Kantor Pten yang dapat dilihat dengan mudah oleh masyarakat dan disebarluaskan.
        Berita Resmi Paten memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Tambahan Berita negara. Sekalipun demikian, apabila Pemegang paten menghendaki agar Surat Patennya diumumkan dalam Tambahan Berita negara, maka hal itu dapat saja diusahakan atas biaya sendiri.
        Paten Sederhana diberikan untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal diberikannya Surat Paten Sederhana.
        Karena benda atau alat yang dihasilkan tersebut diperoleh denga waktu yang relatif singkat, dengan cara yang sederhana, dengan biaya yang relatif murah, dan secara teknologi juga bersifat sederhana, maka jangka waktu pelindungan selama 5 (lima) tahun dinilai cukup (Pasal 10).
3.1.5  Pengalihan Paten
Dalam pasal 73 ditegaskan:
Paten atau pemilikan paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu harus dibuat dalam bentuk Akta Notaris;
e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
                        Seperti halnya Hak Cipta dan Merek Dagang, paten pada dasarnya adalah hak milik perorangan yag tidak berwujud dan timbul karena kemampuan intelektual manusia. Sebagai hak milik, paten dapat pula dialihkan oleh penemunya atau yang berhak atas penemuan itu. Paten dapat beralih atau dialihkan baik dengan cara pewarisa, hibah, wasiat, maupun dengan cara perjanjian. Khusus mengenai pengalihan dengan perjanjian ini ditentukan, bahwa hal itu harus dituangkan dalam bentuk Akta Notaris. Hal ini mengingat begitu luasnya aspek yang terjangkau oleh paten sebagai hak. Adapun sebab lain peten karena pembubaran badan hukum yang semula merupakan Pemegang Paten.
                        Peralihan pemilikan paten tidak menghapus hak penemu untuk tetap dicantumka nama dan identitas lainnya dalam paten yang bersangkutan.
3.1.6  Lisensi Paten
                        Lisensi paten adalah suatu perjanjian antara pemilik paten (pemberi lisensi) dan pihak lain yang bermaksud untuk menggunakan paten tersebut (penerima lisensi) dimana pemberi lisensi akan memberikan persetujuan untuk menggunakan paten tersebut kepada si penerima lisensi dalam lingkup yang disetujui.
                        Lisensi paten adalah merupakan salah satu cara yang umum digunakan oleh pemilik paten untuk mengekspoitasi paten miliknya. Lisensi paten memungkinkan pemilik paten untuk tetap mempertahankan hak kepemilikan paten-nya sementara orang lain melakuka investasi untuk mengekploitasi imbalan, pemberi lisensi telah terhindar dair masalah biaya manufaktur dan pemasaran barang atau produk dari paten tersebut di situas yang mungkin tidak dikenalnya.
                        Penerima lisensi paten, di sisi lain, akan diuntungkan karena lisensi memungkinkan si penerima lisensi untuk mengakses dan menggunakan secara sah paten yang bersangkutan tanpa harus menghabiskan biaya dan waktu untuk kegiata research and development. Disamping itu, lisensi paten adalah merupakan salah satu cara untuk transfer teknologi dari satu negara yang di kembangkan di negara pemberi lisensi. Disisi lain, lisensi paten dapat mempunyai efek negatif kepada pemberi lisensi untuk mengembangkan suatu teknologi yang lebih baik yang dapat menjadi ‘ancaman’ bagi si pemberi lisensi.
                        Pemberian lisensi paten adalah merupakan salah satu hak dari pemilik paten sebagaimana diatur dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (UUP). Lisensi paten wajib dicatatkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Jika lisensi tersebut tidak dicatatkan di Dijen HKI, lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak lain.
Jenis-jenis lisensi ada 3 yaitu;
a.  Lisensi Non-Ekslusif
Suatu lisensi dimana pemberi lisensi memberi hak kepada penerima lisensi untuk menggunakan paten yang dilisensikan sementara si pemberi lisensi (pemilik paten) masih diperbolehkan (tidak dilarang) untuk memerberikan lisens yang sama kepada pihak lain. Dengan kata lain, lisensi non-eksklusif ini akan dimungkinkan terjadi kompetisi antar tidakan hukum terhadap pihak-pihak yang diduga melanggar paten yang dilisensikan adalah pemberi lisensi (pimilik paten)
b.  Lisensi Eksklusif
Suatu lisensi dimana pemberi lisensi memberi hak hanya kepada satu pihak untuk mengekploitasi paten yang dilisensikan. Dengan demikian, dengan lisensi eksklusif, tidak ada pihak lain selain dari penerima lisensi eksklusif yang dapat mengeksploitasi paten yang bersagkutan, termasuk pemilik paten itu sendiri tidak diperkenankan melaksanakan paten yang telah di lisensikan. Karena hanya ada satu penerima lisensi eksklusif, lisensi eksklusif menghasilkan tingkat resiko yang lebih tinggi bagi pemberi lisensi dibandingkan jenis lisensi lainnya. Untuk mengurangi resiko yang demiian, biasanya pemberi lisensi memasukkan suatu klausal untuk melindungi kepentinga pemberi lisensi.
            Klausal yang demikian secara substasial mengatur hak pemberi lisensi untuk dapat mengakhiri perjanjian lisensi atau mengubahnya ke lisens non-eksklusif jika penerima lisensi eksklusif bagi pemberi lisensi aalah ringannya yang diembannya karea pemberi hanya perlu memonitor performansi dari penerima lisens berada pada posisi yang lebih baik untuk mendikte pasar dan yang perlu dipertimbangkan hanya bagaiman mencapai target minimum.
c.  Sole License
Suatu lisensi dimana pemberi lisensi haya boleh memberi lisensi kepada satu pihak tetapi si pemberi lisens (pemilik paten) masih diperbolehkan mengeksploitas paten tersebut. Jika pemilik paten ingin membuat perjanjian lisensi sementara pemberi lisensi tersebut juga bermaksud untuk mengeksploitasi sendiri patennya tersebut, maka bntuk lisensi yangtepat dipilih adalah lisens non-eksklusif.
3.1.7  Paten Sederhana
                        Paten Sederhana hanya diberikan untuk satu klaim. Karena proses penemuannya berlangsung sederhana dan hasl yang diperoleh juga bersifat sederhana, maka penemuan yang di hasilkan biasanya hanya berisikan 1 (satu) klaim.
                        Dalam Pasal 111 ditegaskan :
a.  Untuk paten sederhana diberikan Surat Paten Sederhana oleh Kantor Paten.
b.  Paten Sederhana yang diberikan Kantor Paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam daftar Umum Paten Sederhana.
c.  Terhadap keputusan penolakan permintaan Paetn Sederhana tidak dapat dimintakan banding kepada Komisi Banding Paten.
                        Jangka waktu Paten Sederhana sebagaiman dimaksud dalam Pasal 10 tidak dapat diperpanjang. Untuk Paten Sederhana tidak dapat dimintakan Lisensi Wajib dan tidak dikenakan biaya tahunan (Pasal 112)
3.1.8  Pembatalan Paten
1. Paten yang Batal Demi Hukum
Paten dinyatakan batal demi hukum oleh Kantor Paten dalam hal:
a.  Tidak dilaksanakan dalam jangka waktu empat puluh delapan bulan sejaktanggal pemberian paten:
b.  Tidak dipenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang diatur dalam Undang-undang ini.
                    Batalnya paten demi hukum diberitahukan secara tertulis oleh Kantor Paten kepada Pemegang Paten dan Pemegang Lisensi Paten yang bersangkutan serta mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan tersebut. Batalnya paten dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (10 dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
2. Pembatalan Paten atas Permintaan Pemegag Paten.
        Paten dapat dibatalkan oleh Kantor paten untuk seluruhnya atau sebagian atas permintaan Pemegang Paten yang diajukan secaa tertulis kepada Kantor paten. Karena Paten pada dasarjnya hak yang diterima dari Negara untuk selama jangka waktu tertentu, maka kalau yag bersangkutan tidak menghendaki hak tersebut lebih lanjut dapat saja Negara membatalkan hak yang telah diberikennya. Pembatalan paten mengenai pembatalan tersebut.
3.  Pembatalan Paten karen Gugatan
Paten yang sudah ada tetapi kemudian penggunaan, pengumuman atau pelaksanaanynya bertentangan dengan peratuan perundang-undangan, ketertiban umum atau kesusilaan. Paten serupa ini dapat pula digugat pembatalannya.
Gugatan pembatalan ini biasanya ditujukan terhadap paten yang diberikan belakangan kepada orang lain, tetapi untuk penemuan yang sebenarnya sama.
3.1.9 Penyelesaian Sengketa
Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap hasil ciptaannya dengan cara sebagai berikut.
Mengajukan permohonan penetapan sementara ke pengadilan niaga dengan menunjukkan bukti-bukti kuat sebagai pemegang hak dan bukti adanya pelanggaran. Penetapan sementara ditujukan untuk:
·       mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi; dan
·       menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti.
·       Mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakannya.
·       Melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak penyidik POLRI dan/atau PPNS DJHKI















BAB III
PEMBAHASAN
Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu tonggak penting kemajuan suatu negara dalam penguasaan teknologi dan karya-karya intelektual. Sehingga hal tersebut mengingatkan kita akan pentingnya suatu perlindungan terhadap hak-hak kekayaan Intelektual tersebut yang sudah seharusnya menjadi perhatian, kepentingan, dan kepedulian semua pihak agar tercipta kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembangnya suatu negara dalam menciptakan inovasi-inovasi atau hasil karya-hasil karya yang menjadi syarat dalam menumbuhkan kemampuan penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi.
Dengan ditegakkannya hukum atas kekayaan intelektual ini diharapkan dapat mendorong motivasi bagi semua pihak sesuai dengan bidang, tugas, dan profesinya masing-masing untuk tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang kreatif dan inovatif. Selain itu juga, perlindungan hak kekayaan intelektual ini dapat mampu menciptakan produktivitas kerja yang tinggi pada masyarakat.
3.1.       Upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten pada Batik Indonesia
Kemampuan intelektual manusia melahirkan banyak sekali daya cipta maupun kreatifitas di berbagai bidang dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga dapat dikatakan majunya ekonomi ataupun teknologi suatu negara merupakan hasil karya intelektual manusia dari negara tersebut. Oleh karena itu,  setiap karya intelektual tersebut memiliki nilai ekoonomis yang tinggi. Revolusi Industri merupakan salah satu bukti kelebihan manusia sebagai makhluk sempurna dalam melahirkan banyak hasil karya intelektual manusia sehingga sangat berpengaruh pada kehidupan manusia saat ini.
Oleh karenanya, setiap hasil karya intelektual manusia tersebut perlu untuk mendapatkan perlindungan hukumnya yang sekaligus sebagai upaya penghargaan atas karya intelektual manusia. Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan terhadap hasil karya intelektual manusia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi tersebut adalah berbentuk Hak Kekayaan Intelektual atau lebih dikenal dengan istilah HKI.
Perlunya perlindungan hukum terhadap HKI ini dirasakan sangat penting karena dengan melihat semakin banyaknya persaingan yang tidak wajar (curang) mulai dari pembajakan, pemalsuan, penjiplakan, pengklaiman, dan lain sebagainya. Untuk itu dalam mengatur perlindungan hukum tersebut diperlukan adanya penghargaan, pengakuan, dan kesadaran yang kuat baik dari masyarakat luas maupun dari negara itu sendiri.
Sebagai contoh, adanya pengaduan-pengaduan terhadap pelanggaran-pelanggaran tentang penyalahgunaan terhadap hasil-hasil karya intelektual khususnya yang sering dijumpai yaitu pelanggaran-pelanggaran pada hak cipta dan hak paten. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam memberikan penghargaan atau apresiasi terhadap hasil karya intelektual seseorang ataupun badan/perusahaannya.
Dan pada awalnya pemerintah telah membuat Undang-Undang mengenai perlindungan-perlindungan terhadap karya-karya intelektual tersebut tetapi penerapan akan perlindungannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah karena kurangnya kesadaran dan pemahaman secara baik dan benar akan Undang-Undang ini oleh sebagian masyarakat. Padahal dengan adanya Undang-Undang tersebut diharapkan dapat lebih ditekankan pada penerapan dalam perlindungannya oleh negara khususnya pemerintah.
Selain itu juga, salah satu bentuk perlindungan yang diberikan terhadap hasil karya intelektual manusia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi tersebut adalah berbentuk Hak Kekayaan Intelektual. Besarnya pengaruh HKI terhadap perkembangan dan kehidupan manusia ini diakui oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Keberadaan Peraturan mengenai HKI ataupun pengetahuan mengenai HKI ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan karya cipta maupun invensi diberbagai bidang di Indonesia sekaligus memberikan banyak dorongan bagi setiap masyarakat Indonesia untuk terus berkarya sekaligus menghargai hasil jerih payah dari setiap pencipta maupun inventornya.
Dengan terus berkarya tersebut, maka masyarakat Indonesia dapat memunculkan berbagai inovasi dan temuan, baik yang dikembangkan oleh seseorang ataupun diproduksi massal oleh industri. Akan tetapi berbagai inovasi ini terkadang menimbulkan problematika karena banyaknya kasus mengenai beberapa inovasi dan temuan yang diklaim oleh pihak lain, bahkan hak kepemilikannya juga diperebutkan. Sehingga hal ini menimbulkan dampak yang sangat signifikan terutama bagi para penciptanya, salah satu contohnya adalah Batik Indonesia yang belum lama ini diklaim oleh negara lain.
Batik adalah seni gambar di atas kain untuk pakaian yang dibuat dengan teknik resist menggunakan material lilin. Kata ‘batik’ berasal dari bahasa Jawa yang berarti menulis. Di Indonesia pada beberapa waktu yang lalu kita dengar bahwa batik  merupakan salah satu yang menjadi identitas negara kita yang juga diakui oleh negara lain bahwa itu adalah hasil karya dari negara mereka.
Batik di Indonesia memang sangat beragam. Hampir dari seluruh wilayah Indonesia mempunyai batik dengan motif khas dari wilayah mereka masing-masing. Batik juga merupakan salah satu kebudayaan yang harus dilestarikan. Khususnya  batik yang langsung dibuat dengan canting atau batik tulis. Mungkin dinegara lain yang mengakui bahwa batik tersebut adalah kebudayaan mereka, jika kita lihat dengan seksama mungkin berbeda dengan batik yang dibuat di Indonesia dengan menggunakan canting. Karena kebanyakan yang dijual disana adalah batik cetak produksi pabrikan.
Namun berkat pemikiran mereka yang hebat, mereka juga tidak mau kalah dengan kita yaitu mereka datang ke Indonesia untuk mempelajari cara membuat batik dengan canting. Dan setelah mereka mendapatkan ilmunya, mereka akan kembali lagi  ke negara asalnya kemudian menerapkan apa yang sudah mereka pelajari tersebut di  negara kita. Ada saja pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga mereka dengan bangganya memperkenalkan bahwa itu  adalah hasil kebudayaan mereka. Dan juga masih ada saja pihak yang tidak menghargai karya orang lain dan tidak menghargai hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh semua pengrajin batik di indonesia. Namun banyak juga pihak atau wisatawan asing yang mempelajari cara membuat batik di Indonesia kemudian menerapkan dan membagikan ilmunya kepada orang lain di negaranya dan kemudian memperkenalkan bahwa itu  merupakan hasil  kebudayaan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia berinisiatif mendapatkan pengakuan dari Lembaga PBB di bidang Pendidikan, Ilmiah dan Budaya (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia.
Sehubungan dengan langkah tersebut, Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan suatu sertifikasi merek melalui Departemen Perindustrian yang diberi nama Batikmark. Batikmark dapat berfungsi sebagai sertifikasi produk-produk batik Indonesia.  
Melalui Batikmark, Indonesia menggabungkan konsep merek kolektif dan sertifikasi. Peraturan Menteri Perindustrian yang menciptakan Batikmark mensyaratkan bahwa merek sertifikasi Batikmark hanya dapat diberikan kepada pengusaha batik yang telah memiliki merek terdaftar dan yang produknya lulus serangkaian tes yang dilaksanakan oleh Badan Standardisasi Nasional. Produk yang lulus tes dianggap telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pengusahanya berhak mendapatkan sertifikasi dan mengajukan permohonan untuk mendapatkan Batikmark.
Tujuan utama pembentukan sertifikasi Batikmark adalah memastikan pandangan dunia bahwa tekstil bermotif batik adalah kekayaan tradisional Indonesia. Selain itu, sertifikasi Batikmark juga bertujuan menjaga kualitas tekstil bermotif batik yang berasal dari Indonesia. Hal ini diharapkan membantu memberikan perlindungan bagi para konsumer batik karena konsumer diberikan keyakinan bahwa batik Jawa yang dibelinya berasal dari Indonesia dan telah disertifikasi oleh institusi nasional yang ditunjuk Pemerintah. Sertifikasi Batikmark juga bertujuan untuk menghadapi kompetisi produk identik atau mirip yang dijual di pasaran dan untuk menghadapi ancaman pembajakan batik Jawa asal Indonesia oleh produsen tekstil luar negeri. Praktek semacam ini telah berlangsung lama dan diprakarsai oleh negara-negara di Asia dan Afrika.  
Produsen yang telah berhasil mendapatkan sertifikasi Batikmark secara langsung mendapatkan perlindungan di Indonesia tetapi tidak demikian halnya di negara lain. Produsen-produsen tersebut harus mendaftarkan hak kekayaan intelektual di negara lain demi mendapatkan perlindungan tersebut.  Perlindungan tersebut bisa dalam bentuk paten desain, hak cipta, dan/atau merek.
Walaupun sudah mendapatkan sertifikasi dari Pemerintah Indonesia, pengusaha batik tetap harus berusaha sendiri dalam mendapatkan perlindungan hak atas kekayaan intelektual di negara lain sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Hal ini akan terus terjadi sampai pemerintah Indonesia berhasil menduniakan perlindungan hak atas kekayaan intelektual untuk batik dan produk-produk kekayaan budaya tradisional Indonesia lainnya.
Walaupun demikian, Batikmark adalah langkah solid pertama untuk melindungi hak kekayaan intelektual atas kekayaan budaya tradisional Indonesia. Akan tetapi, banyak yang masih harus dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya tradisional secara global di negara-negara lain. Sementara ini, desainer dan produsen dapat secara individual melindungi produk-produk mereka di dunia internasional melalui berbagai macam perlindungan hak atas kekayaan intelektual yang ditawarkan.
3.2. Upaya untuk melindungi Hak kekayaan intelektual melalui hak cipta pada  batik Indonesia
Penjiplakan terhadap batik yang dilakukan oleh berbagai negara besar terus terjadi bahkan hingga mengklaim bahwa batik adalah milik mereka.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Batik merupakan karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia. Batik telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara terkemuka penghasil kain tradisional yang halus di dunia karena berasal dari tradisi yang beraneka ragam, kreatif serta artistic sebagai unsur yang memenuhinya. Para pengrajin batik yang menjamur di wilayah khususnya provinsi Jawa Tengah menjadikan batik sebagai mata pencaharian mereka. Akan tetapi para pengrajin dalam membuat batik sering melakukan penjiplakan motif di antara sesama pengrajin. Penjiplakan dalam membuat karya seni batik ini dikarenakan minimnya wawasan para pencipta batik Indonesia mengenai pentingnya pendaftaran Hak Cipta bagi karya seni batik membuat kebiasaan meniru atau menjiplak motif di antara sesama pengrajin menjadi hal yang biasa bahkan sulit untuk dihilangkan.
Masalah hak cipta ini muncul berkaitan dengan masalah liberalisasi ekonomi dan masalah kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia. Kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia masih dalam masa transisi industrial yang belum semuanya mengerti dan memahami masalah hak cipta yang sebelumnya tidak dikenal. Masyarakat tersebut digambarkan sebagai masyarakat yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris yang bercorak komunal-tradisional ke masyarakat industri yang bercorak individual-modern. Perubahan itu berkaitan dengan struktur hubungan masyarakat yang belum tuntas ke corak yang lebih rasional dan komersial sebaagai akibat dari proses pembangunan yang dilakukan.
Problem hak cipta juga muncul berkaitan dengan seni rupa tradisional Indonesia yang masih hidup seperti seni batik, Permasalahannya, apakah seorang perancang batik terkenal yang membuat rancangannya berdasarkan pada pola dan ragam tradisional dapat menuntut pada pembatik-pembatik tradisional yang menulis batik mirip dengan rancangan pembatik terkenal tersebut karena menggunakan pola dan ragam hias yang sudah mentradisi dikarenakan pembatik terkenal tersebut sudah mendaftarkan karyanya pada Kantor Cipta, Paten, dan Merek?
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bagi masyarakat tradisional suatu karya cipta yang telah diumukan kepada masyarakat langsung menjadi milik bersama, siapa saja boleh meniru dan mencontoh ciptaan tersebut, dan penciptanya juga tidak mempermasalahkannya. Ciri khas mereka adalah sifat kolektif atau kebersamaan sehingga menurutnya hak cipta tidak mempunyai akar budaya. Selain itu, mereka beranggapan bahwa nilai yang mendasari kepemilikan individu terhadap suatu karya cipta manusia baik di bidang Ilmu pengetahuan, sastra, maupun seni merupakan nilai budaya barat yang menjelma dalam sistem hukumnya.
Akan tetapi hal ini juga harus diperhatikan dengan memberikan perlindungan hukum terhadap hak cipta para pengerajin batik dan juga diberikan himbauan kepada para pengrajin agar dapat medaftarkan karya mereka agar karya tersebut tidak bisa dengan mudahnya oleh orang lain atau bahkan negara lain karena kita telah memiliki hak cipta atas karya kita sendiri.
Dan adapun salah satu contoh kasus mengenai hak cipta lainnya adalah ketidakjelasan dalam pendaftarannya, karena begitu selektifnya proses pendaftarannya tersebut, sehingga hasil karya atau ciptaan yang dianggap mempunyai kesamaan ditolak walaupun sebenarnya tidak ada kesamaan antara hasil karya atau ciptaan yang sedang didaftarkan tersebut dengan pihak yang melakukan penolakan.
Atas permasalahan tersebut, maka perlunya sosialisasi mengenai pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya pada hak cipta kepada masyarakat agar dapat meningkatkan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya suatu penciptaan hasil karya seseorang, dan perlunya perbaikan kinerja dari penegak hukum dalam prosedur ataupun penindakan atas pelanggaran HKI, serta agar masyarakat lebih dapat menghargai hasil karya seseorang dengan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut.
3.3. Upaya untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual melalui hak paten pada batik Indonesia
Salah satu cara pemerintah Indonesia untuk melindungi warisan tradisional bangsa Indonesia terjadi di bidang tekstil batik. Salah satu tujuannya adalah untuk membentuk persepsi dunia bahwa Jawa tekstil bermotif batik, yang mencakup praktek tradisional sekarat kain melalui wax-resist metode, berasal dari Indonesia. Dengan demikian, pemerintah Indonesia telah dinominasikan Jawa tekstil bermotif batik ke dalam daftar PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) 's warisan budaya takbenda. Nominasi ini secara resmi terdaftar pada Mei 2009. Sebagai kelanjutan dari nominasi ini, pemerintah sekarang mengeluarkan sebuah tanda sertifikasi, yang disebut Batikmark, melalui Departemen Perindustrian (Departemen Perindustrian RI) yang dapat diterapkan untuk benar disertifikasi batik produk Indonesia.
Batikmark diperkenalkan oleh Departemen Perindustrian Indonesia melalui Keputusan Menteri nya (Peraturan Menteri Perindustrian RI) No 74/MIND / PER/9/2007. Langkah pemerintah membentuk kerangka peraturan untuk pendaftaran dan perlindungan Batik-pola tekstil menggunakan tanda bukanlah langkah baru. Praktek yang serupa telah diakui oleh perjanjian internasional dan dipraktekkan oleh negara. Berdasarkan Pasal 7bis (2) Konvensi Paris, setiap negara berhak menjadi hakim kondisi khusus di mana tanda kolektif harus dilindungi. Artikel dalam Konvensi Paris adalah kekuatan yang mendorong India "SILK MARK" tanda kolektif. Dengan cara yang sama, "WOOLMARK" adalah merek sertifikasi terkenal di dunia swasta.
Dengan Batikmark, Indonesia terbilang menggabungkan konsep merek kolektif dan sertifikasi. Berdasarkan Keputusan Menteri bahasa Indonesia, hanya produsen batik yang sudah menjual produk mereka di bawah merek dagang terdaftar dapat memperoleh "Batikmark" sertifikasi. Produk dari produsen juga harus melewati serangkaian tes yang dilakukan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional). Produk yang lulus tes mereka dianggap sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Produsen menerima sertifikasi pada lulus tes. Jika produsen yang memenuhi syarat, mereka kemudian dapat mengajukan permohonan tertulis, yang melekat dengan profil perusahaan, untuk kepala Kerajinan dan Batik Yogyakarta Grand House (Balai Besar Kerajinan dan Batik). Kerajinan Yogyakarta Grand Batik House adalah lembaga disahkan oleh Keputusan Menteri untuk melakukan tes tambahan pada tekstil bermotif batik. Lembaga Batik kemudian akan melakukan tes di laboratorium mereka. Tujuan tes adalah untuk memastikan bahwa tekstil tersebut memenuhi standar sertifikasi dari tekstil bermotif batik. Kualifikasi termasuk mereview: bahan diterapkan pada tekstil, pola, teknik pencelupan, dan kualitas tekstil. Jika bermotif batik tekstil lulus tes maka produsen akan memenuhi syarat untuk mendapatkan nomor "Batikmark" sertifikasi. Sertifikasi ini berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang. Sertifikasi ini dalam bentuk label dicetak "Batik Indonesia" yang dipasang di setiap produk tunggal tekstil bermotif batik yang telah disertifikasi. Label ini telah dilindungi hak cipta di Kantor Hak Cipta Indonesia.
Setiap pemerintah kota seharusnya aktif melakukan inventarisasi dan perlindungan warisan budaya dan kearifan lokal. Masyarakat di era kreatif diupayakan tidak terlena dengan nostalgia warisan budaya masa lalu, tetapi turut melestarikan dan menjadikan warisan budaya sebagai sumber inspirasi untuk dapat menciptakan karya yang bernilai ekonomi.
Sistem HKI modern didasarkan pada konsep kepemilikan (property) yang bersifat indivudual (private rights), bukan kepemilikan kolektif (collective rights) sebagaimana yang berlaku pada penduduk asli. Beberapa hambatan terhadap perlindungan batik diantaranya adalah biaya paten relatif mahal bagi pengrajin, kesadaran pengrajin pada hak paten batik masih rendah dan masih menganut asas kepemilikan kolektif dan belum tumbuhnya kepemilikan individual.
Sebuah kata, nama, simbol, perangkat atau kombinasi dari semuanya dapat disetujui sebagai merek dagang selama mereka digunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan barang dari produsen dari yang diproduksi atau dijual oleh orang lain, itu adalah indikator sumber barang . Dengan demikian, merek dagang didefinisikan oleh tiga elemen penting: (1) kata yang sebenarnya, simbol atau perangkat, (2) penggunaan simbol sebagai tanda pada barang dan jasa, dan (3) kemampuan merek untuk mengidentifikasi dan membedakan sumber barang dan / atau jasa. Sebuah Batikmark merek dagang sertifikasi dari pemerintah Indonesia menjamin bahwa produk tersebut memiliki ciri-ciri tertentu yang membuatnya berbeda dari yang lain-pola batik. Ini menjamin keunikan tekstil, pola, teknik pencelupan, dan kualitas tekstil. Ciri-ciri ini menentukan identitas produk dan membedakannya dari tekstil bermotif batik lainnya. Dengan demikian, merek dagang memberikan perlindungan bagi konsumen dari kebingungan terhadap sumber dan kualitas benda diproduksi.
Salah satu contoh kasus dalam hak paten di Indonesia ini adalah pada beberapa waktu yang lalu kita dengar bahwa batik yang merupakan salah satu yang menjadi identitas negara kita juga diakui atau diklaim oleh negara lain bahwa itu adalah hasil karya dari negara mereka. Pada dasarnya batik di Indonesia dengan batik di negara lain itu berbeda. Hal ini tampak pada proses pembuatannya, karena jika di Indonesia proses pembuatan batik itu langsung dibuat dengan canting atau yang biasa disebut dengan batik tulis, sedangkan di negara lain mereka cenderung membuat batik dengan cetakan-cetakan pabrik bukan dengan canting.
Akan tetapi, dengan  melihat kondisi yang demikian mereka lalu mempelajari cara membuat batik di negara kita. Dan setelah mereka bisa membuatnya, lalu mereka menerapkannya di negara mereka. Dan ada sebagian orang yang mengklaimnya sebagai budaya dari negara mereka. Namun ada juga yang mengatakan bahwa kebudayaan batik ini merupakan kebudayaan dari negara kita (Indonesia).
Maka perlunya hak paten disini adalah supaya hasil kebudayaan kita tidak diklaim atau diakui lagi oleh negara lain sebagai kebudayaan dari negara mereka. Dan sudah seharusnya masyarakat khususnya pemerintah berupaya melestarikan dan melakukan sosialisasi lebih jauh mengenai salah satu kebudayaan kita ini agar tetap berjaya di mata dunia. Serta, kita sebagai bangsa Indonesia harus mencintai produk dalam negeri ini, agar kebudayaan batik ini tidak mudah diakui dan tetap dapat menjadi identitas bangsa kita yang abadi.
Selain itu langkah lainnya yang dapat diambil oleh pemerintah dalam menyikapi pengklaiman ini adalah dengan membentuk tim pakar yang bertugas mengkaji kesenian tradisional dan karya-karya cipta. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata akan membentuk tim pakar untuk mengkaji dan memilah kesenian tradisional dan karya-karya cipta milik Indonesia dan Malaysia sehingga tidak terjadi saling klaim. Pemerintah juga akan tetap meningkatkan perlindungan terhadap seni dan budaya tradisional itu sehingga tidak diklaim oleh negara lain.















BAB IV

KESIMPULAN

4.1.1  Kesimpulan upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten pada Batik Indonesia
Upaya perlindungan hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten pada Batik Indonesia dirasakan sangat penting karena semakin maraknya pelanggaran-pelanggaran terhadap penyalahgunaan karya-karya intelektual tersebut, salah satu contohnya adalah adanya pengaduan-pengaduan yang dilakukan oleh para desainer atau perancang Batik terhadap karya-karyanya tersebut yang seringkali ditiru dan dipalsukan oleh pihak lain.
Oleh karena itu, adapun langkah-langkah yang telah diambil pemerintah dalam menyikapi permasalahan-permasalahan tersebut adalah dengan membuat Undang-Undang tentang perlindungan karya-karya tersebut. Namun, Undang-Undang tersebut dirasakan belum berjalan sebagaimana mestinya.
Selain itu juga, langkah lain yang diambil oleh pemerintah adalah dengan menerbitkan suatu sertifikasi merek melalui Departemen Perindustrian yang diberi nama Batikmark. Batikmark ini adalah langkah awal kembali pemerintah dalam melindungi karya-karya intelektual Indonesia yang berupa Batik. Tetapi Batikmark ini belum dapat melindungi karya Batik itu sepenuhnya, karena Batikmark ini juga memiliki kelemahan yakni para desainer atau perancang Batik tersebut harus dapat berusaha sendiri melindungi karya-karya Batiknya itu di negara lain. Hal ini dikarenakan pemerintah belum menduniakan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual pada karya-karya intelektual Indonesia ini.


4.1.2 Kesimpulan upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta pada Batik Indonesia
            Penjiplakan terhadap batik indonesia sangat terus terjadi bahkan dilakukan oleh negara-negara lain.
Batik yang merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Dan batik merupakan karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia. Akan tetapi penyebab terjadinya penjiplakan terhadap batik indonesia adalah karena  dalam membuat karya seni batik ini para pengerajin batik minim wawasan untuk mendaftarkan hak cipta atas batik yang telah di ciptakan kepada pemerintah agar batik tersebut tidak dapat dengan mudah di jiplak oleh pihak lain.
Selain itu, para pengerajin juga beranggapan bahwa apabila suatu karya yang telah diciptakan dan telah di umumkan kepada masyarakat akan langsung menjadi milik bersama, dan siapa saja berhak untuk meniru ciptaan tersebut dan tidak akan dipermasalahkan.
Oleh karena itu untuk melindungi hak cipta maka pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap hak cipta para pengerajin batik. Hal ini ditujukan juga agar masyarakat dapat menghargai karya-karya orang lain dan tidak meniru karya orang lain dengan mudahnya tanpa memikirkan hak cipta atas karya tersebut.
4.1.3 Kesimpulan upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak paten pada Batik Indonesia
Dalam melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak paten pada batik Indonesia,  pemerintah sekarang mengeluarkan sebuah tanda sertifikasi, yang disebut Batikmark, melalui Departemen Perindustrian (Departemen Perindustrian RI) yang dapat diterapkan untuk benar disertifikasi batik produk Indonesia.
Dari  Keputusan Menteri Bahasa Indonesia, hanya produsen batik yang sudah menjual produk mereka di bawah merek dagang terdaftar dapat memperoleh "Batikmark" sertifikasi. Untuk mendapatkan nomor sertifikasi Batikmark, para produsen batik harus melawati serangakaian tahap kualifikasi apakah produk batik yang di produksi sesuai dengan standar kelayakan nasional. Sertifikasi batikmark berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang. Sertifikasi ini dalam bentuk label dicetak "Batik Indonesia" yang dipasang di setiap produk tunggal tekstil bermotif batik yang telah disertifikasi.
Hambatan yang dilalui terhadap perlindungan batik adalah biaya paten relatif mahal bagi pengrajin, dan juga kesadaran pengrajin pada hak paten batik masih rendah dan masih menganut asas kepemilikan kolektif dan belum tumbuhnya kepemilikan individual.
Maka perlunya hak paten disini adalah supaya hasil kebudayaan kita tidak diklaim atau diakui lagi oleh negara lain sebagai kebudayaan dari negara mereka. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata harus berperan penting dalam meningkatkan perlindungan terhadap batik Indonesia.







SARAN

4.2.1 Saran upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan
hak Paten pada Batik Indonesia
Adanya pengaduan-pengaduan yang dilakukan oleh para desainer atau perancang Batik terhadap karya-karyanya tersebut yang seringkali ditiru dan dipalsukan oleh pihak lain menandakan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat dalam memberikan penghargaan atau apresiasi terhadap hasil karya orang lain. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat khususnya pemerintah dapat lebih menghargai hasil karya-hasil karya tersebut, baik dari segi pemunculan ide sampai pada pengaplikasiannya.
Dan selain itu juga, diharapkan pemerintah dapat lebih melindungi karya-karya intelektual tersebut melalui penekanan dalam penerapan  Undang-Undang mengenai perlindungan-perlindungan hukum terhadap karya-karya tersebut khususnya dalam hak cipta dan hak patennya agar para pencipta ataupun pemilik karya tersebut tidak merasa dirugikan, baik dirugikan dalam segi material maupun dalam segi nonmaterial.
Pemerintah juga diharapkan dapat menduniakan perlindungan hak kekayaan intektual pada sertifikasi Batikmark. Hal ini dimaksudkan agar para desainer atau perancang Batik tidak harus melindungi karya-karyanya tersebut dengan sendiri di negara lain.




4.2.2 Saran upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta pada
Batik Indonesia
Untuk melindungi hak cipta seharusnya pemerintah lebih aktif dalam menghimbau  para pengerajin batik untuk mendaftarkan  hak cipta atas batik mereka kepada pemerintah.
Diharapkan juga agar pemerintah dapat mensosialisasikan  mengenai pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya pada hak cipta kepada masyarakat agar dapat meningkatkan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya suatu penciptaan hasil karya seseorang, dan perlunya perbaikan kinerja dari penegak hukum dalam prosedur ataupun penindakan atas pelanggaran HKI, serta agar masyarakat lebih dapat menghargai hasil karya seseorang dengan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut.
4.2.3 Saran upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak paten pada
Batik Indonesia
            Dalam melindungi kebudayaan batik Indonesai baik dari segi motif, kepemilikan, bahkan ancaman dari negara lain, Pemerintah harus mengembangkan pengakuan, lalu juga membantu untuk memperkuat promosi. Dengan demikian, sentra-sentra batik yang ada semakin berkembang dan mampu memunculkan keunikan-keunikan dalam kreasi batik.
Selain itu, pemerintah harus membantu supaya batik mudah mendapat lisensi atau hak paten, yaitu dengan mengurangi biaya paten yang relatif mahal bagi produsen dan pemerintah harus meningkatkan kesadaran para produsen batik agar produsen batik mengetahui betapa pentingnya hak paten itu terhadap batik.


DAFTAR PUSTAKA


Emirzon, Joni. 2008. Hukum Bisnis Indonesia. Jakarta: PT. Prenhalindo.

Saliman, Abdul R, dkk. 2005. Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori dan Contoh 
      Kasus. Jakarta: Prenada Media Group.

Lindsey, Tim, dkk. 2005. Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT Alumni.

Puspita, Dwi. 2012. Hak Kekayaan Intelektual. (http://ardwiradwipuspita.blogspot.com/2012/04/hak-kekayaan-intelektual.html).


Ardiansyah, R. 2007. Hak atas Kekayaan Intelektual. (http://zuyyin.wordpress.com/2007/05/29/hak-atas-kekayaan-intelektual/).

Maqoma, Irfani. 2012. Kesadaran Perlindungan Haki di Indonesia Perlu Dipertegas. (http://suma.ui.ac.id/2012/05/16/kesadaran-perlindungan-haki-di-indonesia-perlu-dipertegas/).

Augustyas, Dhika. 2012. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI). (http://dhiasitsme.wordpress.com/2012/03/31/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/).

Wendi. 2012. Hak Paten Batik di Indonesia. (http://bozwen.blogspot.com/2012/03/hak-paten-batik-di-indonesia.html).

Knobloch, Charles dan Dewi Savitri Reni. 2009. Batikmark Sebagai Langkah Pertama Perlindungan Pola Batik Jawa di Negara-Negara Asing. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21554/batikmark-sebagai-langkah-pertama-perlindungan-pola-batik-jawa-di-negaranegara-asing).

Manggala, Adam Bagja. 2012. Studi Kasus dan Tanggapan Hak Cipta. (http://adambagjamanggala.blogspot.com/2012/06/studi-kasus-dan-tanggapan-hak-cipta.html).













Tidak ada komentar:

Posting Komentar